TEORI
DAN TEKNIK KONSELING
TEORI GESTALT
KELOMPOK II
1. NI
WAYAN SULASMI (2010.I.1.0020)
2.
NI MADE RATIH PARAMITA (2010.I.1.0027)
3.
IDA AYU KM. SRI DWI PAYANTI (2010.I.1.0025)
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(IKIP)
PGRI BALI
FAKULTAS
ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN
BIMBINGAN KONSELING
2012
KATA PENGANTAR
Om
Swastyastu
Puji
syukur kami
panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nyalah, tugas yang berjudul “Teori Gestalt” dapat kami selesaikan tepat pada waktunya.
Dalam
penyelesaian tugas ini, kelompok
kami
memperoleh banyak bimbingan dan petunjuk-petunjuk serta bantuan dan dukungan
dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
turut membantu dalam penyelesaian tugas ini, sehingga tugas ini dapat tersusun
dengan baik.
Kami menyadari banyak kekurangan yang terdapat
dalam pembuatan tugas ini, maka dari itu diharapkan kritik dan saran yang
konstruktif dari pembaca dan dosen pembimbing demi penyempurnaan tugas ini.
Om
Santih, Santih, Santih, Om
Denpasar, Maret 2012
Kelompok
II
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah...................................................................................
1.2
Rumusan Masalah............................................................................................
1.3
Tujuan Penulisan.............................................................................................
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Makna dan Dasar Filosofis Teori Gestalt.........................................................
2.2 Pandangan Teori Gestalt Tentang Keberadaan Manusia.....................................
2.3 Pandangan Teori Gestalt Tentang Munculnya Masalah Pada manusia................
2.4 Teknik-teknik yang Digunakan oleh Teori Gestalt.............................................
2.5 Contoh Aplikasi Penerapan Teori dan Teknik dari Pendekatan
Gestalt................
BAB
III PENUTUP
3.1 Simpulan....................................................................................................
3.2
Saran.............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Masalah
Manusia dalam kehidupannya selalu aktif sebagai suatu
keseluruhan. Setiap individu bukan semata-mata merupakan penjumlahan dari
bagian-bagian organ-organ seperti hati, jantung, otak, dan sebagainya,
melainkan merupakan suatu koordinasi semua bagian tersebut. Manusia aktif
terdorong kearah keseluruhan dan integrasi pemikiran, perasaan, dan tingkah
lakunya.
Dalam pendekatan gestalt terdapat konsep tentang urusan yang
tak selesai (unfinished business), yakni mencakup perasaan-perasaan yang tidak
terungkapkan seperti dendam, kemarahan, kebencian, sakit hati, kecemasan,
kedudukan, rasa berdosa, rasa diabaikan. Meskipun tidak bisa diungkapkan,
perasaan-perasaan itu diasosiasikan dengan ingatan-ingatan dan fantasi-fantasi
tertentu. Karena tidak terungkapkan di dalam kesadaran, perasaan-perasaan itu
tetap tinggal pada latar belakang dan di bawa pada kehidupan sekarang dengan
cara-cara yang menghambat hubungan yang efektif dengan dirinya sendiri dan orang
lain.
Teori Gestalt adalah terapi humanistik eksistensial yang
berlandaskan premis, bahwa individu harus menemukan caranya sendiri dalam hidup
dan menerima tanggung jawab pribadi jika individu ingin mencapai kedewasaan. Sebagai
seorang calon konselor atau guru BK, maka sangat penting bagi kita untuk
memahami teori gestalt sebagai acuan dalam membantu klien/siswa, karena teori
ini mengajarkan pada klien bagaimana mencapai kesadaran tentang apa yang mereka
rasakan dan lakukan serta belajar bertanggung jawab atas perasaan, pikiran dan
tindakan sendiri.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas
maka dapat kita rumuskan masalah sebagai berikut:
1.2.1 Apa makna dan dasar filosofis Toeri Gestalt
?
1.2.2 Bagaimana pandangan Teori Gestalt
tentang keberadaan manusia ?
1.2.3 Bagaimana pandangan Teori Gestalt tentang munculnya masalah pada Manusia
?
1.2.4 Teknik apa saja yang digunakan pada Teori
Gestalt ?
1.2.5 Bagaimana contoh aplikasi penerapan Teori dan teknik dari
pendekatan Gestalt ?
1.3
Tujuan Penulisan
Tujuan
dari penulisan ini adalah sebagai berikut:
1.3.1 Untuk
mengetahui makna dan dasar filosofis Teori Gestalt.
1.3.2 Untuk mengetahui
pandangan Teori Gestalt tentang keberadaan manusia.
1.3.3 Untuk mengetahui pandangan Teori Gestalt tentang munculnya
masalah pada Manusia.
1.3.4 Untuk
mengetahui teknik yang digunakan Teori Gestalt.
1.3.5 Untuk mengetahui contoh aplikasi penerapan Teori dan teknik dari pendekatan
Gestalt.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Makna dan dasar filosofis Teori Gestalt
Makna dari teori gestalt adalah
teori ini mengajarkan konselor dan konseli metode kesadaran fenomenologi, yaitu
bagaimana individu memahami, merasakan, dan bertindak serta membedakannya
dengan interprestasi terhadap suatu kejadian dan pengalaman masa lalu. Teori
ini juga dianggap teori yang hidup dan mempromosikan pengalaman langsung, bukan
sekadar membicarakan permasalahan dalam konseling. Oleh karena itu, teori ini
disebut juga experiental, dimana konseli merasakan apa yang mereka rasakan,
pikirkan dan lakukan pada saat konseli berinteraksi dengan orang lain
(Corey,1986,p.120)
Serta Landasan
filosofis dalam Teori Gestalt ada tiga yaitu:
1.
Perspektif Fenomenologi ( The
Phenomenological Perspective )
Fenomenologi adalah disiplin ilmu
yang bertujuan membantu individu mengambil jarak dari cara berpikir yang biasa
dilakukan individu, sehingga mereka dapat mengatakan perbedaan apa yang
sebenarnya dirasakan pada situasi sekarang dan apa hanya sebagai residu masa
lalu (Idhe, 1997 dalam Yotnef 1993). Pendekatan Gestalt memperlakukan hal-hal
yang secara subjektif dirasakan individu pada saat ini, dan apa yang secara
objektif terobservasi sebagai data yang nyata dan penting (Yotnef 1993).
2.
Perspektif Teori Medan ( The Field
Theory Perspective )
Landasan ilmiah perspektif
fenomenologi pendekatan Gestalt adalah teori medan (field theory ). Field
theory adalah metode untuk mengeksplorasi apa yang dideskripsikan keseluruhan (
the whole field ) kejadian yang sedang dirasakan, bukan menganalisis kejadian
berdasarkan bagian-bagian tertentu (Yotnef 1993). Teori fenomenologi medan
dapat didefinisikan sebagai apa yang diobservasi oleh observer dan, yang
bermakna adalah ketika individu mengetahui kerangka berpikir (the frame of
reference) observer (Yotnet 1993). Pendekatan medan adalah pendekatan yang
deskriptif, bukan spekulatif dan interpretatif. Penekanannya pada
mengobservasi, mendeskripsikan, dan menjelaskan struktur yang diobservasi
(Yotnef 1993).
3.
Perspektif Eksistensial ( The
Existential Perspective )
Existentialism adalah dasar dari
metode fenomenologi yang berfokus pada eksistensi individu, hubungan dengan
orang lain serta kesenangan dan kesakitan yang langsung dirasakan (Yotnef
1993). Sebagian besar manusia berpikir secara konvensional
yaitu, cara berpikir yang ambigu atau menghindari pemahaman
dan pengakuan tentang bagaimana dunianya. Membohongi diri sendiri
(self-deception) adalah dasar dari ketidakotentikan (inauthenticity), yaitu
hidup tidak berdasarkan pada kebenaran diri yang menyeret individu memiliki
perasaan takut, bersalah, dan cemas. Terapi Gestalt memberikan strategi untuk
menjadi pribadi yang autentik dan bertanggung jawab secara bermakna kepada diri
sendiri. Dengan menjadi sabar, individu memiliki kemampuan untuk memilih dan
mengorganisasikan eksistensi dirinya secara bermakna (Yotnef 1993).
2.2 Pandangan
Teori Gestalt tentang keberadaan manusia
Pandangan pendekatan Gestalt terhadap manusia dipengaruhi
oleh filsafat eksistensial dan fenomenologi. Asumsi dasar pendekatan Gestalt
tentang manusia adalah bahwa individu dapat mengatasi sendiri permasalahannya
dalam hidup, terutama bila mereka menggunakan kesadaran akan pengalaman yang
sedang dialami dan dunia sekitarnya. Gestalt berpendapat bahwa individu
memiliki masalah karena menghindari masalah. Oleh karena itu pendekatan Gestalt
mempersiapkan individu dengan intervensi dan tantangan untuk membantu konseli
mencapai integrasi diri dan menjadi lebih autentik (Corey, 1993,p.121).
Menurut pendekatan Gestalt, area yang paling penting yang
harus diperhatikan dalam konseling adalah pemikiran dan perasaan yang individu
alami pada saat sekarang. Perilaku yang normal dan sehat terjadi bila individu
bertindak dan bereaksi sebagai organisme yang total, yaitu memiliki kesadaran
pada pemikiran, perasaan dan tindakan pada masa sekarang. Banyak orang yang
memisahkan kehidupannya dan lebih berkonsentrasi serta memfokuskan perhatiannya
pada poin-poin dan kejadian-kejadian tertentu dalam kehidupannya. Hal ini
menyebabkan fragmentasi dalam diri yang dapat terlihat dari gaya hidup yang
tidak efektif yang berakibat pada produktivitas yang rendah bahkan membuat
masalah.
Pendekatan
Gestalt berpendapat bahwa individu yang sehat secara mental adalah:
· Individu yang dapat mempertahankan
kesadaran tanpa dipecah oleh berbagai stimulasi dari lingkungan yang dapat
mengganggu perhatian individu. Orang tersebut dapat secara penuh dan jelas
mengalami dan mengenali kebutuhannya dan alternatif potensi lingkungan untuk
memenuhi kebutuhannya.
· Individu yang dapat merasakan dan
berbagi konflik pribadi dan frustasi tapi dengan kesadaran dan konsentrasi yang
tinggi tanpa ada percampuran dengan fantasi-fantasi.
· Individu yang dapat membedakan
konflik dan masalah yang dapat diselesaikan dan tidak dapat diselesaikan.
· Individu yang dapat mengambil
tanggung jawab atas hidupnya.
· Individu yang dapat berfokus pada
satu kebutuhan (the figure) pada satu waktu sambil menghubungkannya dengan kebutuhan
yang lain (the ground), sehingga ketika kebutuhan itu terpenuhi disebut juga
Gestalt yang sudah lengkap (Thompson et.al.2004,p.184-185).
Menurut Gestalt, individu menyebabkan dirinya terjerumus
pada masalah-masalah tambahan, karena tidak mengatasi kehidupannya dengan baik
pada kategori dibawah ini:
· Kurang kontak dengan lingkungan,
yaitu individu menjadi kaku dan memutus hubungan antara dirinya dengan orang
lain dan lingkungan.
· Confluence, yaitu individu yang
terlalu banyak memasukkan nilai-nilai dirinya kepada orang lain atau memasukkan
nilai-nilai lingkungan pada dirinya, sehingga mereka kehilangan pijakan dirinya
dan kemudian lingkungan yang mengontrol dirinya.
· Unfinished business, yaitu orang
yang memiliki kebutuhan yang tidak terpenuhi, perasaan yang tidak diekspresikan
dan situasi yang belum selesai yang mengganggu perhatiannya (yang mungkin
dimanifestasikan dalam mimpi).
· Fragmentasi, yaitu orang yang
mencoba untuk menemukan atau menolak kebutuhannya seperti kebutuhan agresi.
· Topdog/underdog: orang yang
mengalami perpecahan pada kepribadiannya, yaitu antara apa yang mereka
pikir”harus” dilakukan (topdog) dan apa yang mereka “inginkan” (underdog).
· Polaritas atau dikotomi, yaitu orang
yang cenderung untuk”bingung dan tidak dapat berkata-kata (speecheless)” pada
saat terjadi dikotomi dalam dirinya seperti antara tubuh dan pikiran (body and
mind), antara diri dan lingkungan (self-external world), antara emosi dan
kenyataan (emotion-reality), dan sebagainya (Thompson et.al.2004,p.185-186).
Untuk lebih memperjelas tentang
polaritas, Assagioli (1965) mengidentifikasikan lima tipe polaritas, yaitu:
· Polaritas fisik, yaitu polaritas
maskulin dan feminin.
· Polaritas emosi, yaitu polaritas
antara kesenangan dan kesakitan, antara kesenangan (excitement) dan depresi,
serta antara cinta dan benci.
· Polaritas mental, yaitu polaritas
antara ego orang tua dan ego anak, antara eros (perasaan) dan logos (akal
sehat), serta antara yang harus dilakukan (topdog) dan yang diinginkan
(underdog).
· Polaritas spiritual, yaitu polaritas
antara keraguan intelektual dan dogma agama.
· Polaritas interindividual, yaitu
polaritas antara laki-laki dan perempuan (Thompson et.al.2004,p.186).
2.3 Pandangan
Teori Gestalt tentang munculnya masalah pada
manusia
Pandangan Gestalt adalah bahwa individu memiliki kesanggupan
memikul tanggung jawab pribadi dan hidup sepenuhnya sebagai pribadi yang
terpadu. Disebabkan oleh masalah-masalah tertentu dalam perkembangannya,
individu membentuk berbagai cara menghindari masalah dan karenanya, menemui
jalan buntu dalam pertumbuhan pribadinya. Terapi menyajikan intervensi dan
tantangan yang diperlukan, yang bisa membantu individu memperoleh pengetahuan
dan kesadaran sambil melangkah menuju pemanduan dan pertumbuhan. Dengan
mengakui dan mengalami penghambat-penghambat pertumbuhannya, maka kesadaran
individu atas penghambat-penghambat itu akan meningkat sehingga dia kemudian
bisa mengumpulkan kekuatan guna mencapai keberadaan yang lebih otentik dan
vital.
Menurut pendekatan Gestalt, individu yang sehat
adalah individu yang dapat melengkapi siklus Gestalt. Bila individu tidak dapat
menggenapi siklus tersebut, maka individu akan memiliki beberapa masalah yang
berkaitan dengan lapisan neurosis, urusan yang tidak selesai (unfinished
business), dan berbagai bentuk pertahanan diri (modes of defense). Ketiga
konsep tersebut akan dijelaskan lebih lanjut pada konsep dasar Gestalt.
v Kosep
Dasar Gestalt
Disini dan sekarang (Here and Now)
Perls mengatakan bahwa “kekuatan ada pada masa kini” (“power
is in the present”). Pendekatan ini mengutamakan masa sekarang, segala sesuatu
tidak ada kecuali yang ada pada masa sekarang (the now), karena masa lalu telah
berlalu dan masa depan belum sampai, hanya masa sekarang yang penting. Hal ini
karena dalam pendekatan Gestalt mengapresiasi pengalaman pada masa kini (Corey,
1986,p.122). Menurut Gestalt, kebanyakan orang kehilangan kekuatan masa
sekarangnya. Alih-alih menghargai pengalaman masa sekarang, individu
menginvestasikan energinya untuk mengeluh tentang kesalahan masa lalu dan
bergulat pada resolusi dan rencana masa depan yang tidak ada ujungnya. Dalam
konseling Gestalt, untuk membantu konseli melakukan kontak dengan masa
sekarang, konselor menggunakan kata tanya misal “apa”(what) dan
“bagaimana”(how), jarang sekali menggunakan kata “mengapa”(why). Kata
“mengapa”(why) dikategorikan sebagai “kata kotor”(dirty word) karena menggiring
konseli untuk melakukan rasionalisasi dan khayalan diri(self-deception)
(Corey,1986,p.122). Masa lalu tidak penting kecuali bila berhubungan dengan
fungsi-fungsi individu yang dibutuhkan pada masa sekarang.
Lapisan Neurosis (Layers of
Neurosis)
Menurut pandangan Gestalt, individu memiliki lima lapisan
neurosis dalam dirinya yang diumpamakan seperti kulit bawang yang
berlapis-lapis. Bila individu ingin mencapai kematangan psikologis, mereka
harus mengupas lima lapisan neurosis ini. Lapisan-lapisan neurosis yang
menyebabkan gangguan perkembangan psikologis individu adalah:
·
Lapisan
phony (The phony layer)
·
Lapisan
phobic (The phobic layer)
·
Lapisan
impasse (The impasse layer)
·
Lapisan
implosif (The implosive layer)
·
Lapisan
ekplosif (The explosive layer)
Urusan yang tidak selesai
(unfinished business) dan penghindaran (avoidance)
Unfinished business adalah perasaan-perasaan yang tidak
dapat diekspresikan pada masa lalu seperti kesakitan, kecemasan, perasaan
bersalah, kemarahan, dan sebagainya. Hal ini karena perasaan ini tidak
diekspresikan dan terus menggangu kehidupan masa sekarang, dan membuat individu
tidak dapat melakukan kontak dengan orang lain dengan autentik.
Unfinished business memiliki efek yang dapat mengganggu
individu, seperti kecemasan yang berlebihan sehingga individu tidak dapat
memperhatikan hal penting lain (preoccupation), tingkah laku yang tidak
terkontrol (compulsive behavior), terlalu berhati-hati (wariness oppressive
energy) dan menyakiti diri sendiri (self-defeating behavior) (Corey,1986,p.123).
Penghindaran
(avoidance) berkaitan erat dengan unfinished business. Penghindaran adalah
individu yang selalu menghindari untuk menghadapi unfinished business dan dari
mengalami pengalaman emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan
unfinished business.
Energi dan hambatan energi (energy and block to energy)
Dalam
Gestalt, individu adalah organisme yang terdiri dari psikologis, dan
fisiologis, kedua sistem ini berhubungan dan saling mempengaruhi. Bila terdapat
masalah pada psikologis, kondisi fisiologis dapat mengalami gangguan pula yang
disebut dengan hambatan energi. Hambatan energi dapat dimanifestasikan dalam
bentuk:
·
Ketegangan
pada bagian tubuh tertentu, biasanya leher dan bahu.
·
Posisi
tubuh kaku dan tertutup.
·
Bernapas
pendek-pendek
·
Tidak
mau menatap orang lain ketika berbicara
·
Menahan
napas bila ada sesuatu yang mengganggu
·
Rasa
kebal atau baal pada bagian tubuh tertentu
·
Berbicara
dengan suara yang sangat kecil (Corey,1986,p.124).
Bentuk-bentuk Pertahanan Diri (Modes
of Defense)
Selain lapisan-lapisan neurosis, individu memiliki lima
bentuk pertahanan diri (Modes of defense)
yang beroperasi dalam dirinya, yaitu :
1)
Introyeksi
(Introjection)
2)
Proyeksi
(Projection)
3)
Retrofleksi
(Retroflection)
4)
Deflection,
dan
5)
Confluence
and isolation.
Bentuk-bentuk pertahanan ini dapat menjadi sumber
permasalahan dalam diri individu.
2.4
Teknik digunakan pada Teori Gestalt
Teknik-teknik Teori
Gestalt bisa berguna sebagai alat untuk membantu klien guna memperoleh
kesadaran yang lebih penuh, mengalami konflik-konflik internal, menyelesaikan
inkonsistensi-inkonsistensi dan dikotomi-dikotomi, dan menembus jalan buntu
yang menghambat penyelesaian urusan yang tak selesai.Yang mencakup :
a)
Eksperimen
Eksperimen
berarti mendorong konseli untuk mengalami dan mencoba cara-cara baru. Melalui
teknik ini konselor membelajarkan konseli untuk menyelami dan menghayati
kembali masalah-masalah yang tak terselesaikan ke dalam situasi disini dan
sekarang.
b)
Memaknakan impian
Seperti halnya
psikoanalisa, dalam terapi
Gestalt juga digunakan
interpretasi impian. Namun dalam terapi Gestalt impian bukanlah sebagai ” jalam lebar
menuju ketidaksadaran” seperti yang diungkapkan oleh konseling psikoanalisa,
tetapi impian adalah ” jalan yang lebar menuju integrasi diri”. Dengan memahami
impian konseli lebih mungkin memperoleh kasadaran, mengambil tanggungjawab bagi
impian-impiannya, melihat impiannya sebagai bagian dari dirinya, memiliki
perasaaan integrasi yang lebih besar, dan menjadi lebih sadar tentang
pikiran-pikiran dan emosinya yang direfleksikan dalam impian tersebut.
c)
Bermain peran
Bermain dalam
berbagai bentuk, menjadi teknik yang esensial dalam terapi Gestalt. Bentuk
permainan yang paling awal digunakan dalam terapi Gestalt adalah psikodrama. Namun pada
perkembangannya psikodrama hampir tidak digunakan lagi. Bentuk bermain peran
yang paling sering digunakan adalah ”kursi kosong” atau disebut juga
konseling panas untuk format konseling individual.
d)
Melatih kepekaan terhadap pesan tubuh
Konselor juga
berusaha mendorong konseli untuk mencapai kesadaran tentang keutuhan (e sense
of wholeness). Banyak orang yang memiliki kesadaran yang baik tentang emosi dan
pikirannya, tetapi kurang peka terhadap sensasi tubuhnya. Oleh karena iti
konselor terapi Gestalt berusaha
membantu konseli agar lebih peka terhadap pesan-pesan tubuhnya.
e)
Kelompok
Praktek dalam terapi Gestalt dapat
dilaksanakan melalui format individual maupun kelompok. Namun format kelompok
dipandang lebih efisien. Umpan balik yang diterima dari konselor maupun dari
anggota kelompok dapat mempercapat proses kesadaran.
f)
Permainan Dialog
Teknik ini dilakukan dengan cara
klien dikondisikan untuk mendialogan dua kecenderungan yang saling
bertentangan, yaitu kecenderungan top dog dan kecenderungan under dog, misalnya
: (a) kecenderungan orang tua lawan kecenderungan anak; (b) kecenderungan
bertanggung jawab lawan kecenderungan masa bodoh; (c) kecenderungan “anak baik”
lawan kecenderungan “anak bodoh” (d) kecenderungan otonom lawan kecenderungan
tergantung; (e) kecenderungan kuat atau tegar lawan kecenderungan lemah
Melalui dialog yang kontradiktif
ini, menurut pandangan Gestalt pada akhirnya klien akan mengarahkan dirinya
pada suatu posisi di mana ia berani mengambil resiko. Penerapan permainan
dialog ini dapat dilaksanakan dengan menggunakan teknik “kursi kosong”.
g)
Latihan
Saya Bertanggung Jawab
Merupakan teknik yang dimaksudkan
untuk membantu klien agar mengakui dan menerima perasaan-perasaannya dari pada
memproyeksikan perasaannya itu kepada orang lain.
Dalam teknik ini konselor meminta
klien untuk membuat suatu pernyataan dan kemudian klien menambahkan dalam
pernyataan itu dengan kalimat : “…dan saya bertanggung jawab atas hal itu”.
Misalnya :
“Saya merasa jenuh, dan saya bertanggung
jawab atas kejenuhan itu”
“Saya tidak tahu apa yang harus saya
katakan sekarang, dan saya bertanggung jawab ketidaktahuan itu”.
“Saya malas, dan saya bertanggung
jawab atas kemalasan itu”.
Meskipun tampaknya mekanis, tetapi
menurut Gestalt akan membantu meningkatkan kesadaraan klien akan
perasaan-perasaan yang mungkin selama ini diingkarinya.
h)
Bermain Proyeksi
Proyeksi artinya memantulkan kepada
orang lain perasaan-perasaan yang dirinya sendiri tidak mau melihat atau
menerimanya. Mengingkari perasaan-perasaan sendiri dengan cara memantulkannya
kepada orang lain.Sering terjadi, perasaan-perasaan yang dipantulkan kepada
orang lain merupakan atribut yang dimilikinya.
Dalam teknik bermain proyeksi
konselor meminta kepada klien untuk mencobakan atau melakukan hal-hal yang
diproyeksikan kepada orang lain.
i)
Teknik
Pembalikan
Gejala-gejala dan tingkah laku
tertentu sering kali mempresentasikan pembalikan dari dorongan-dorongan yang
mendasarinya. Dalam teknik ini konselor meminta klien untuk memainkan peran
yang berkebalikan dengan perasaan-perasaan yang dikeluhkannya.
Misalnya : konselor memberi
kesempatan kepada klien untuk memainkan peran “ekshibisionis” bagi klien pemalu
yang berlebihan.
j)
Tetap
dengan Perasaan
Teknik dapat digunakan untuk klien
yang menunjukkan perasaan atau suasana hati yang tidak menyenangkan atau ia
sangat ingin menghindarinya. Konselor mendorong klien untuk tetap bertahan
dengan perasaan yang ingin dihindarinya itu.
Kebanyakan klien ingin melarikan
diri dari stimulus yang menakutkan dan menghindari perasaan-perasaan yang tidak
menyenangkan. Dalam hal ini konselor tetap mendorong klien untuk bertahan
dengan ketakutan atau kesakitan perasaan yang dialaminya sekarang dan mendorong
klien untuk menyelam lebih dalam ke dalam tingklah laku dan perasaan yang ingin
dihindarinya itu.
Untuk membuka dan membuat jalan
menuju perkembangan kesadaran perasaan yang lebih baru tidak cukup hanya
mengkonfrontasi dan menghadapi perasaan-perasaan yang ingin dihindarinya tetapi
membutuhkan keberanian dan pengalaman untuk bertahan dalam kesakitan perasaan
yang ingin dihindarinya itu.
k)
Urusan
yang tak selesai
Dalam terapi Gestalt terdapat konsep
tentang urusan yang tak selesai, yakni mencakup perasaan-perasaan yang tidak
terungkapkan seperti dendam, kemarahan, kebencian, sakit hati, kecemasan, dan
sebagainya. Bilamana urusan yang tak selesai membentuk pusat keberadaan
seseorang, maka semangat semangat pemikiran orang itu menjadi terhambat.
l)
“Saya
memiliki suatu rahasia”
Teknik ini dimaksudkan untuk
mengeksplorasi perasaan-perasaan berdosa dan malu.
Teknik ini juga bisa digunakan
sebagai metode pembentukan kepercayaan dalam rangka mengeksplorasi mengapa para
klien tidak mau membukakan rahasianya dan mengekplorasi ketakutan-ketakutan
menyampaikan hal-hal yang mereka anggap memalukan atau menimbulkan rasa
berdosa.
m)
Permainan
ulangan
Para anggota kelompok terapi
melakukan permainan berbagi pengulangan satu sama lain dalam upaya meningkatkan
kesadaran atas pengulangan-pengulangan yang dilakukan oleh mereka dalam
memenuhi tuntutan memainkan peran-peran sosial.
2.5
Contoh aplikasi penerapan Teori dan
teknik dari pendekatan Gestalt
Ketika seorang konselor ingin menggunakan konseling Gestalt, ia harus
menyadari bahwa konseli itu unik dan selalu berevolusi sepanjang waktu. Hal ini
berimplikasi bahwa diagnosis yang dibuat bersifat fleksibel. Dengan demikian
tahap awal yang dilakukan konselor dalam menggunakan konseling Gestalt adalah
mempertimbangkan kesesuaian konseling Gestalt dengan konseli, serta kemampuan
konselor dalam menerapkan tahap-tahap dan teknik-teknik pendekatan Gestalt.
Terdapat beberapa pertanyaan yang dapat digunakan konselor untuk melakukan
refleksi, antara lain:
1)
Apakah
konselor memiliki kapasitas dan kompetensi untuk menangani masalah konseli?.
Pertanyaan ini ditunjukkan untuk merefleksikan kemampuan konselor dalam
menangani masalah konseli yang spesifik dalam rangka membuat keputusan
professional untuk melanjutkan atau melakukan referal kasus.
2)
Apakah
konselor tertarik untuk menangani masalah konseling?. Pertanyaan ini bertujuan
untuk merefleksikan minat konselor pada masalah-masalah tertentu. Hal ini
dilakukan dalam rangka memberikan layanan konseling yang optimal kepada
konseli.
3)
Apakah
konseli bersedia melakukan konseling dengan teknik- teknik Gestalt?. Bila
konseli tidak bersedia, konselor dapat menggunakan teknik-teknik yang lain atau
melakukan referal kepada konselor lain.
4)
Apakah
konseli cocok untuk menggunakan konseling dengan pendekatan Gestalt?.
Pertanyaan ini bertujuan untuk merefleksikan kesesuaian karakteristik konseli
dengan prinsip-pronsip dasar pendekatan Gestalt yang menekankan pada hubungan,
tanggung jawab pribadi dan tantangan (Joyce & Sill 2001 dalam Safaria
2005,p.79-80).
Joyce dan Sill (2001) mengatakan bahwa proses konseling Gestalt
terjadi dalam tahapan tertentu yang fleksibel. Tiap-tiap tahap memiliki
prioritas dan tujuan tertentu yang membantu konselor dalam mengorganisasikan
proses konseling. Tahap-tahap tersebut yaitu:
1) Tahap pertama (the beginning phase)
Pada
tahap ini konselor menggunakan metode fenomenologi untuk meningkatkan kesadaran
konseli, menciptakan hubungan dialogis mendorong keberfungsian konseli secara
sehat dan menstimulasi konseli untuk mengembangkan dukungan pribadi (personal
support) dan lingkungannya (Joyce & Sill 2001 dalam Safaria 2005,p.84-85).
2) Tahap kedua (clearing the ground)
Pada
tahap ini proses konseling berlanjut pada strategi-strategi yang lebih
spesifik. Konseli mengekplorasi berbagai introyeksi, berbagai modifikasi kontak
yang dilakukan dan unfinished business. Peran konselor adalah secara
berkelanjutan mendorong dan membangkitkan keberanian konseli mengumgkapkan
ekspresi pengalaman dan emosi-emosinya dalam rangka katarsis dan menawarkan
konseli untuk melakukan berbagai eksperimentasi untuk meningkatkan
kesadarannya, tanggung jawab pribadi dan memahami unfinished business.
3) Tahap ketiga (the existential
encounter)
Pada
tahap ini ditandai dengan aktivitas yang dilakukan konseli dengan
mengeksplorasi masalahnya secara mendalam dan membuat perubahan-perubahan yang
cukup signifikan. Tahap ini merupakan fase tersulit karena pada tahap ini
konseli menghadapi kecemasan-kecemasannya sendiri, ketidak pastian dan
ketakutan-ketakutan yang selama ini terpendam dalam diri. Selain itu, konseli
menghadapi perasaan terancam yang kuat disertai dengan perasaan kehilangan
harapan untuk hidup yang lebih mapan. Pada fase ini konselor memberikan
dukungan dan motivasi berusaha memberikan keyakinan ketika konseli cemas dan
ragu-ragu menghadapi masalahnya (Joyce&Sill 2001 dalam Safaria
2005,p.86-87).
4) Tahap
keempat (integration)
Pada tahap ini konseli sudah mulai
dapat mengatasi krisis-krisis yang dieksplorasi sebelumnya dan mulai
mengintegrasikan keseluruhan diri (self), pengalaman dan emosi-emosinya
dalam perspektif yang baru. Konseli
telah mampu menerima ketidak pastian, kecemasan dan ketakutannya serta menerima
tanggung jawab atas kehidupannya sendiri.
5) Tahap
kelima (ending)
Pada tahap ini konseli siap untuk
memulai kehidupan secara mandiri tanpa supervisi konselor.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Dalam teori pendekatan Gestalt,
Pendekatan ini mengajarkan konselor dan konseli metode kesadaran fenomenologi ,
yaitu bagaimana individu memahami, merasakan, dan bertindak serta membedakannya
dengan interprestasi terhadap suatu kejadian yang dirasakan oleh individu.
3.2 Saran
Sebagai seorang konselor, di dalam
proses konseling Gestalt, konselor diharapkan memfokuskan perasaan, kesadaran
dan hambatan untuk mencapai yang ada pada konseli. Agar konseli dapat mencapai
kesadaran atas apa yang mereka lakukan dan bagaimana mereka melakukannya.
Kesadaran itu termasuk didalamnya, penerimaan diri, pengetahuan tentang
lingkungan, tanggung jawab terhadap pilihannya, dan melakukan kontak dengan
orang lain.
DAFTAR
PUSTAKA
Corey,Gerald.2010.Teori Praktek
Konseling dan Psikoterapi.Bandung.PT Refika Aditama
Komalasari,Gantina,dkk.2011.Teori
dan Teknik Konseling.Jakarta.PT Indeks
http://konselinggestalt.wordpress.com/2008/3/2/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar